Uga Jasinga

"Dina hiji mangsa bakal ngadeg gedong hejo anu bahanna aya di leuwi curug, leuwi sangiang jeung nu sawarehna aya di girang. Ciri ngadegna gedong hejo lamun tilu iwung geus nangtung nu engke katelahna awi tangtu. Didinya bakal ngadeg gedong hejo di tonggoheun leuwi sangiang" * TiKokolot Jasinga*.

MAKAM TUA JASINGA

NISAN-NISAN KUNO DI JASINGA

Kompleks makam tua di Jasinga tersebar di beberapa titik di sepanjang alur sungai Cidurian yang berada pada sebuah bukit, persawahan dan dekat dengan pemukiman warga. Makam-makam itu dibiarkan secara alami oleh masyarakat sekitarnya dari generasi ke generasi. 

Hingga kini ada beberapa yang sudah tidak utuh lagi dan tertimbun karena adanya faktor lingkungan dan adanya campur tangan manusia.

Makam yang berupa nisan ini jumlahnya mencapai puluhan bahkan ratusan pada tiap komplek tetapi yang terlihat kurang dari itu. Kondisinya banyak yang memperihatinkan seperti di kompleks makam tua Parahiang yang jaraknya kurang lebih 200 meter dari Cidurian sebagian lahannya dijadikan masyarakat sebagai kebun dan lahan pertanian. 

Ada pula Kompleks makam Cidangiang yang jaraknya sekitar 70 meter dari Cidurian pada bagian kaki bukitnya dijadikan jalan perkebunan yang menghubungkan antar kampung. 


Yang sangat disayangkan lagi kompleks makam Janglapa di tepi sungai Cidurian, makam ini dengan sengaja nisan-nisannya dicabut bahkan dihancurkan karena ada perbedaan paham dan hak kepemilikan. 

Fenomena seperti itu dikarenakan kurangnya masyarakat mengerti tentang khasanah kepurbakalaan atau ada kepentingan tertentu padahal makam tersebut usianya mencapai ratusan tahun.


Bentuk makam tua di Jasinga banyak perbedaan dengan makam-makam tua di daerah lainnya karena disini mempunyai keunikan dan bentuk yang khas. 

Walaupun jenisnya beragam, pada umumnya nisan di sini berbentuk gada dan pipih pada tiap kompleks dengan ukuran tinggi mulai dari 30 cm hingga 80 cm. 

Yang sangat menarik adalah nisan ini dihiasi motif hias geometris (kebanyakan bermotif stilasi daun) dengan ukiran khas yang menonjol(relief). Terkecuali kompleks makan Curug dan Janglapa yang bernisan pipih dan dengan corak yang khas pula.


Bentuk nisan gada sangat bervariasi dan terbagi menjadi beberapa tipe. Tipe gada dengan bentuk badan segi delapan dan badan melebar ke atas bermahkota tumpuk dan bulat. Ada pula yang berbentuk polos dan tanpa mahkota. 

Bentuk nisan pipih sama seperti nasan-nisan pada umumnya tetapi hanya tipe saja yang berbeda seperti bentuk kipas, bagian sisi badan bergelombang dan bentuk bagian nepala bergelombang dan ada pula bentuk pipih dengan sisi patah-patah. 

Sebagian nisan berbentuk gada dan pipih terukir identitas dengan huruf arab pegon. Sebagai contoh nisan yang masih terbaca pada kompleks makam tua gunung Kulantung,di situ tertulis nama ,hari,tanggal dan bulan serta tahun. Begiru juga di ko,pleks Makam Pagutan yang berada pertemuan dua sungai Cidurian dan Cikeam,di situ tertulis ukiran yang sama seperti di Kompleks Gunung Kulantung. 

Ada keunikan pada angka tahun yaitu menggunakan angka arab dan angka latin. Bila kita baca angka-angka tersebut menunjukkan tahun 1800-an.Mungkin saja bentuk-bentuk nisan yang berukuran besar dan tidak beridentitas juga lebih tua usianya. Ini membuktikan bahwa nisan-nisan tersebut peninggalan masa peradaban islam. 

Selain bentuk nisan, bentuk jirat berupa lempeng balok batu yang terukir hiasan yang khas. Pada ujung bagian selatan berbentuk segi tiga dan setengah bulat patah,karena nisan hanya berada pada jirat bagian utara saja.


Tak banyak masyarakat yang mengetahui asal mula kronologis nisan-nisan tua,tapi yang dipahami masyarakat saat ini hanyalah dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistik dan klenik,keramat serta keangkerannya. 

Namun ada beberapa tokoh dalam kompleks makam yang diyakini sebagai leluhur misalnya saja Ki Wirasinga, Buyut Surabayah, Syeh Sohib, Buyut Jakaria, Buyut Mas Jabeng dan Tubagus Buang. Pada umumnya asal usul sejarah mereka simpang siur dan berbeda versi. Hingga saat ini tempat tokoh-tokoh tersebut masih didatangi peziarah.

Sekilas nisan-nisan tua ini sangat menarik perhatian karena memiliki nilai seni pada coraknya dan bermakna bila dapat “dibaca” di dalamnya. Ada baiknya nisan-nisan tua pada tiap kompleks ini dijaga dan dilestarikan keberadaannya karena dapat memperkaya warisan leluhur. 

Adapun kompleks makam tua ini adalah salah satu indikasi adanya pemukiman di masa lalu. Jika kita mempunyai keinginan untuk meneliti nisan-nisan tua ini, jangan menganggap bahwa kompleks makam tua sebagai sesuatu yang angker dan tempat hantu bergentayangan.



Kalakay Jasinga 
September 2008
 
 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar