Uga Jasinga

"Dina hiji mangsa bakal ngadeg gedong hejo anu bahanna aya di leuwi curug, leuwi sangiang jeung nu sawarehna aya di girang. Ciri ngadegna gedong hejo lamun tilu iwung geus nangtung nu engke katelahna awi tangtu. Didinya bakal ngadeg gedong hejo di tonggoheun leuwi sangiang" * TiKokolot Jasinga*.

PELATIHAN PEREKAMAN DATA EFIGRAFI ISLAM PADA NISAN KUNO DI JASINGA



 
Berawal dari penelusuran revitalisasi sungai Cidurian program dari Karang Taruna Desa Sipak Jasinga dan Universitas Indonesia, mengadakan survey ke lapangan di sekitar sungai Cidurian terutama di Desa Sipak untuk mengetahui titik-titik areal yang bisa dijadikan destinasi wisata agar memajukan perkembangan wisata dan ekonomi di wilayah tersebut
 
Singkat cerita, ditengah perjalanan tersebut para ahli ini menarik kesimpulan ingin mengadakan Pelatihan Perekaman Epigrafi Islam dan disambut baik oleh komunitas-komunitas pemuda Jasinga terutama Karang Taruna Desa Sipak. Hal tersebut diadakan karena ketertarikannya akan keberadaan prasasti nisan-nisan tua di Jasinga dan perlu perhatian lebih lanjut. 

Yang dimaksudkan dengan prasasti ialah sumber-sumber sejarah dari masa lampau yang tertulis di atas batu atau logam. Sebagian besar dari prasasti-prasasti tersebut dikeluarkan oleh raja-raja yang memerintah di berbagai kepulauan Indonesia sejak abad V. Sejumlah kecil daripadanya merupakan keputusan pengadilan, yang biasa disebut dengan istilah jayapattra. Sebagian dari prasasti-prasasti itu memuat sebuah naskah yang panjang, tetapi ada juga diantaranya yang hanya memuat angka tahun atau nama seseorang pejabat kerajaan (de Casparis, 1952:21-23).

Prasasti-prasasti dari zaman islam yang sebagian besar tertulis pada batu nisan, biasanya berisi keterangan tentang nama orang yang dimakamkan di situ, tanggal kematiannya, dan kutipan ayat-ayat suci Al Qal uran. (Boechari, Epigrafi dan Sejarah Indonesia) 

Menurut Dr. Tubagus Najib dalam materi daringnya pra pelatihan, di Jasinga pada masa Hasanudin, dijadikan sebagai posko dengan tokoh pergerakannya Ki Adung atau mungkin masyarakat Jasinga menyebutnya Ki Andong. Jasinga terbagi menjadi 3 masa peralihan yaitu masa islamisasi, posko dan kebangkitan kembali atau sebagai tempat pasarean (makam-makam sultan yang terdesak) hal ini dibuktikan dengan adanya 11 pesantren pada masa itu beserta makam-makam para tokoh kesultanan di sekitar Jasinga. Dalam daring tersebut juga diisi oleh dosen Arkeologi dari Fakultas Sastra Unversitas Indonesia yaitu Dr. Ninie Susanti. Untuk materi sastra arab pegon diisi oleh Bapak Sebastian.
 
Kegiatan Pelatihan Perekaman Epigrafi Islam ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 12 Desember 2020. Lokasi pelatihan di tiga Kelurahan yaitu di Desa Kalong Sawah, Desa Sipak dan Desa Jasinga. Pelatihan diikuti oleh Mahasiswa Universitas Indonesia dari jurusan geografi, arkeologi, sastra arab dan komunitas pemuda masyarakat setempat. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok, dan telah disediakan peralatan pendukung seperti roll meter, ember, skala batang, kompas, kapur, sikat dan peralatan menulis.

Peserta mendata nisan-nisan dengan lembar kerja perekaman data seperti nama prasasti, nomer inventaris, tempat asal, tempat disimpan, bahan prasasti, bentuk prasasti, ukuran prasasti, aksara dan bahasa, bagian yang dituliskan, ornamen, jumlah baris, angka tahun, nama yang tercantum dalam prasasti, isi prasasti, keterangan (kaligrafi atau bukan), keadaan prasasti dan gambar atau foto.
 
Dilokasi peserta pelatihan diberikan pengarahan oleh instruktur. Untuk kelompok satu di Muncang Desa Sipak instrukturnya adalah Indra dan Dewi, kelompok dua di Gunung Kulantung Desa Jasinga instrukturnya adalah Sebastian dan Salsa, kelompok 3 di Garisul Desa Kalong Sawah instrukturnya adalah Isa dan Ina. Masing -masing kelompok terdiri dari 3 hgg 15 peserta dan pendamping dari masyarakat.

Bersambung ...