Bahasa Sunda yang berada di Banten, serta yang berada di daerah Priangan (Garut, Tasikmalaya, Bandung, dll.) memiliki beberapa perbedaan. Mulai dari dialek pengucapannya, sampai beberapa perbedaan pada kata-katanya. Bahasa Sunda di Banten juga umumnya tidak mengenal tingkatan, Bahasa Sunda tersebut masih terlihat memiliki hubungan erat dengan bahasa Sunda Kuna. Namun oleh mayoritas orang-orang yang berbahasa Sunda yang memiliki tingkatan (Priangan), Bahasa Sunda Banten (Rangkasbitung, Pandeglang) digolongkan sebagai bahasa Sunda kasar. Namun secara prakteknya, Bahasa Sunda Banten digolongkan sebagai Bahasa Sunda dialek Barat. Pengucapan bahasa Sunda di Banten umumnya berada di daerah Selatan Banten (Lebak, Pandeglang).
Berikut beberapa contoh perbedaannya:
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda(Banten) Bahasa Sunda(Priangan)
sangat/ jasa /pisan
dia/ nyana/ anjeunna
susah/gati/ hese
seperti /doang /siga
tidak pernah/ tilok /tara
saya/ aing /abdi
mereka /maraneh /aranjeuna
melihat /noong ningali/nenjo
makan /hakan /tuang dahar
kenapa/ pan/ naha
singkong/ dangdeur /sampeu
tidak mau/ embung/endung/ alim
belakang /Tukang/ Pengker
repot /haliwu /rebut
Baju /Jamang/ Acuk
Teman /Orok /Batur
Berikut beberapa contoh perbedaannya:
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda(Banten) Bahasa Sunda(Priangan)
sangat/ jasa /pisan
dia/ nyana/ anjeunna
susah/gati/ hese
seperti /doang /siga
tidak pernah/ tilok /tara
saya/ aing /abdi
mereka /maraneh /aranjeuna
melihat /noong ningali/nenjo
makan /hakan /tuang dahar
kenapa/ pan/ naha
singkong/ dangdeur /sampeu
tidak mau/ embung/endung/ alim
belakang /Tukang/ Pengker
repot /haliwu /rebut
Baju /Jamang/ Acuk
Teman /Orok /Batur
Contoh perbedaan dalam kalimatnya seperti:
Ketika sedang berpendapat:
Sunda Banten (Rangkasbitung): "Jeuuuh aing mah embung jasa jadi doang jelma nu kedul!"
Sunda Priangan: "Ah abdi mah alim janten jalmi nu pangedulan teh!"
Bahasa Indonesia: "Wah saya sangat tidak mau menjadi orang yang malas!"
Sunda Priangan: "Ah abdi mah alim janten jalmi nu pangedulan teh!"
Bahasa Indonesia: "Wah saya sangat tidak mau menjadi orang yang malas!"
Ketika mengajak kerabat untuk makan (misalkan nama kerabat adalah Eka) :
Sunda Banten (Rangkasbitung): "Teh Eka, maneh arek hakan teu?"
Sunda Priangan: "Teh Eka, badé tuang heula?"
Bahasa Indonesia: "(Kak) Eka, mau makan tidak?"
Sunda Priangan: "Teh Eka, badé tuang heula?"
Bahasa Indonesia: "(Kak) Eka, mau makan tidak?"
Ketika sedang berbelanja:
Sunda Banten (Rangkasbitung): "Lamun ieu dangdeur na sabarahaan mang? Tong mahal jasa."
Sunda Priangan: "Dupi ieu sampeu sabarahaan mang? Teu kénging awis teuing nya"
Bahasa Indonesia: "Kalau (ini) harga singkongnya berapa bang? Jangan kemahalan."
Sunda Priangan: "Dupi ieu sampeu sabarahaan mang? Teu kénging awis teuing nya"
Bahasa Indonesia: "Kalau (ini) harga singkongnya berapa bang? Jangan kemahalan."
Ketika sedang menunjuk:
Sunda Banten (Rangkasbitung): "Eta diditu maranehna orok aing"
Sunda Priangan: " Eta palih ditu réréncangan abdi. "
Bahasa Indonesia: "Mereka semua (di sana) adalah teman saya"
Sunda Priangan: " Eta palih ditu réréncangan abdi. "
Bahasa Indonesia: "Mereka semua (di sana) adalah teman saya"
Meski berbeda pengucapan dan kalimat, namun bukan berarti beda bahasa, hanya berbeda dialek. Berbeda halnya dengan bahasa Sunda Priangan yang telah terpengaruh dari kerajaan Mataram. Hal itu yang menyebabkan bahasa Sunda Priangan, memiliki beberapa tingakatan. Sementara bahasa Sunda Banten, tidak memiliki tingkatan. Penutur aktif bahasa Sunda Banten saat ini, contohnya adalah orang-orang Sunda yang tinggal di daerah Banten bagian selatan (Pandeglang, Lebak). Sementara masyarakat tradisional pengguna dialek ini adalah suku Baduy di Kabupaten Lebak.
Sementara wilayah Utara Banten, seperti Serang, umumnya menggunakan bahasa campuran (multi-bilingual) antara bahasa Sunda dan Jawa.
Kalakay Jasinga
Kalakay Jasinga
No comments:
Post a Comment