PERJALANAN
SINGKAT R.IPIK GANDAMANA SEBAGAI BUPATI PERTAMA BOGOR
(1948-1949)
Pada tahun 1946 R. Ipik Gandamana diangkat menjadi Patih Bogor, saat itu
wilayah Bogor dalam kondisi mencekam, menegangkan karena kemarahan pihak sekutu
terhadap maraknya pembentukan pasukan-pasukan dari rakyat Indonesia. Peperangan tentara sekutu dan tentara rakyat
terjadi di daerah Sindangbarang dan Ciampea.
R. Ipik
Gandamana menerima tugas dari pemerintah RI untuk menyusun pemerintahan
kabupaten Bogor darurat dengan susunan sebagai berikut :
Bupati :
R. Ipik Gandamana
Sekretaris
: Bahrudin
Rifa’i
Keuangan : Purawidjaja
P.U : R. Sutadjab / M.Soleh
Perekonomian
: Udi Bahrudin
Umum
: Gafur
Sosial
: R.
Tjetje Moh .Soleh
Penerangan
: E.M. Kahfi
Kesehatan
: Dr. R. sahid/ Dr. R. muhtar
Kepolisian
: H. M. moh. Hasan
Kantor Bupati sendiri bertempat di jasinga (sekarang dipakai kantor Dinas Cipta
karya dan Dinas pertanian jasinga, yang sebelumnya digunakan sebagai pendopo
Kewedanaan Jasinga) yang kemudian pindah ke Malasari, Nanggung, tetapi akhirnya
kembali lagi ke Jasinga dengan kantor Staf bupati bertempat di
Gedong Sawah Jasinga.
Pada bulan Juli 1947 rombongan pemerintahan Kabupaten Bogor
di bawah pimpinan Bupati Bogor R. Ipik Gandamana dan R. Abdullah (ex.
Wedana Lw.liang) sebagai Patih telah tiba di Jasinga dan ibu kota
kabupaten Bogor pun dipindahkan ke Jasinga. Dengan datangnya rombongan Bupati
Bogor tersebut maka sejak itu Jasinga resmi menjadi Ibukota Kabupaten Bogor
(darurat sementara).
Pada tanggal 21 Juli 1947 pihak Belanda mengadakan serangan serentak (Blitzkrieg) yang dikenal dengan agresi
militer Belanda I dan dilanjutkan dengan agresi Militer II tahun
1948 menyerang seluruh wilayah Bogor yang mengakibatkan R.Ipik Gandamana
mengungsi ke Cipanas (Lebak), Cileuksa, Kembang Kuning, Lebak Huni, Pangradin,
dan sekitar hutan-hutan wilayah pinggiran Jasinga.
Selain menjadi Bupati Bogor R.I. yang pertama, R. Ipik Gandamana juga diangkat
oleh wakil Gubernur Jawa Barat untuk merangkap menjadi Bupati Lebak. Selain
berkaitan dengan penyusunan pemerintahan darurat kabupaten Bogor perjalan
beliau tak pernah berhenti dalam mengemban amanah, walaupun harus menghuni sel
penjara Paledang karena tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda/
Recomba.
Di dalam penjara Beliau sangat menyukai Tutut (sejenis keong kecil sawah) atau yang lebih dikenal dengan “Daging Pangenyot” sebagai pelengkap lauk pauk. Sosok R. Ipik Gandamana patut dicontoh dan diteladani bagi generasi selanjutnya di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor.
Di dalam penjara Beliau sangat menyukai Tutut (sejenis keong kecil sawah) atau yang lebih dikenal dengan “Daging Pangenyot” sebagai pelengkap lauk pauk. Sosok R. Ipik Gandamana patut dicontoh dan diteladani bagi generasi selanjutnya di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor.
Kalakay Jasinga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar