MAKAM GARISUL JASINGA SYEKH ARIFFUDDIN DAN SYEKH ISHAK
DESKIPSI SITUS GARISUL
Situs adalah
merupakan suatu kumpulan keberadaan Benda Cagar Budaya yang mengandung
nilai-nilai kepurbakalaan. Biasanya terhampar dalam suatu area tertentu
baik yang berada di tanah dataran maupun perbukitan.
Salah satu
Situs yang masuk dalam inventarisasi dan Dokumentasi pada Seksi
Kebudayaan adalah Situs Garisul Desa Kaolong Sawah Kecamataan Jasinga.
Ditempuh dengan jarak 42 km dari Ibu kota Cibinong. Pada Situs ini
diketahui bahwa peninggalan berupa Komplek Pemakaman Kuno dengan luas
area 3000 m menghadap Barat. Data-data yang di peroleh peninggalan
kesejarahaan ini berkisar sekitar abad ke 15-16 M yang dalam dekade
tertentu merupakan peninggalan jaman perkembangan dan kebudayaan Islam.
Diketahui lebih lanjut pada salah satu peninggalannya menujukkan angka
1021-1031 Hijriah.
Diantara kumpulan makam kuno tersebut ada 9
makam utama yang merupakan simbol dari kepemimpinan. Dari bentuk
bangunan di ketahui mempunyai ciri-ciri tersendiri yang merupakan
pengaruh kebesarannya. Analisis ini diambil berdasarkan makam serta
ketinggian batu Nisan.
Hasil pengamatan dapat diketahui bahwa
diantara ke 9 makam kuno tersebut terdapat nama Syekh Ishak, Panglima
Sultan Hasanudin Banten dan para istrinya. Salah satu di antaranya
adalah Putri Raja dari Kerajaan Kediri.
GARISUL SAKSI BISU YANG BELUM TERKUAK BUKTI SEJARAH YANG PERLU PENELUSURAN DAN PELUSURAN
Garisul adalah nama sebuah perkampungan umum, letak persisnya berada si
Desa Kalong Sawah Kecamatan Jasinga dengan jarak 1300 m ke arah Utara.
Apa gerangan yang ada di Garisul pada kawasan ini ada sebuah tempat yang
menyimpan fakta sejarah/local history yang sampai saat ini masih
bersifat misteri.
Kisah perjalanan ini kami bukukan pada hari
Senin 25 Juli 2005 sebagai Kunjungan Kerja Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Bogor, yaitu memantau benda Cagar Budaya berupa
makam kuno yang mempunyai ciri pada budaya Islamnya. Ketua rombongan
Sdr. Boedi Setia sond Dipl, membawa kami sekitar Pukul 10.30 menuju Bogor
bagian Barat, Sampai Ciampea waktu Dzuhur kemudian istirahat sejenak
sambil mengisi bahan bakar dan isi perut kami yang mulai keroncongan.
Perjalanan ini di lanjutkan kembali menjelang waktu Ashar. Kami tiba di
Kecamatan Jasinga. Untuk mencapai Lokasi kami harus berjalan kurang
lebih 800 m. Ketua Rombongan berjalan di depan jauh meninggalkan kami
yang masih bercanda gurauan dengan rekan-rekan sambil menikmati jalan
perkampungan yang kami lalui ketua rombongan tidak berajak lalu kami
menghampirinya.
Pemandangan yang indah yaitu sebuah hamparan sungai yang memanjang dengan perkiraan lebar antara 30-40 m bernama ”Sungai Cidurian”. Ia mulai berceloteh tentang riwayat sungai. Terlalu cepat untuk di ingat seketika kami mengeluarkan catatan. Konon sungai Cidurian ini dahulunya merupakaan sarana transportasi jalan air di sepanjang jalan air ini banyak tempat Persinggahan bernama ”DEK” (yang di maksud Geladak Kapal /mungkin Pasar) sampai ke kota-kota Pelabuhan besar di Sangiang dan Merunda sampai ke hilir Ciomas (mungkin maksudnya sekitar Jasineara Sunda Kelapa dan Muara Cimanuk). Sedangkan ke Sebelah Tenggara sampai pelabuhan Banten pembicaraan terus berlangsung hanya saja kami mengambil hal-hal yang di anggap penting saja. Sementara rekan Sri Aryani jeprat-jepret mengambil pemandangan yang indah ini, perjalanan kemudian di lanjutkan sampai kami tiba di lokasi.
Pemandangan yang indah yaitu sebuah hamparan sungai yang memanjang dengan perkiraan lebar antara 30-40 m bernama ”Sungai Cidurian”. Ia mulai berceloteh tentang riwayat sungai. Terlalu cepat untuk di ingat seketika kami mengeluarkan catatan. Konon sungai Cidurian ini dahulunya merupakaan sarana transportasi jalan air di sepanjang jalan air ini banyak tempat Persinggahan bernama ”DEK” (yang di maksud Geladak Kapal /mungkin Pasar) sampai ke kota-kota Pelabuhan besar di Sangiang dan Merunda sampai ke hilir Ciomas (mungkin maksudnya sekitar Jasineara Sunda Kelapa dan Muara Cimanuk). Sedangkan ke Sebelah Tenggara sampai pelabuhan Banten pembicaraan terus berlangsung hanya saja kami mengambil hal-hal yang di anggap penting saja. Sementara rekan Sri Aryani jeprat-jepret mengambil pemandangan yang indah ini, perjalanan kemudian di lanjutkan sampai kami tiba di lokasi.
PENGAMBILAN DATA
Jalan setapak hasil semenisasi menghantarkan kami menuju area Situs
BCB. Makam Kuno yang bernuansa I silam, Beberapa langkah kami masuk
terpampang papan peringatan berkaitan dengan UU No 5 Th.1992, tentang
Sanksi dan Hukuman bagi yang merusak, untungnya seluruh area ini sudah di
kelilingi kawat berduri kurang lebih 2000 m. Sedangkan luas lahannya diperkirakan kurang lebih 1ha, tidak lepas mata memandang hampir seluruh
lahan 10.000 m ini dikelilingi oleh batu nisan, tidak dapat dihitung
satu persatu hanya saja diperkirakan sekitar 2000 orang (termasuk di luar
area) mereka terkubur di sini. Nara sumber kami bertambah dengan
hadirnya Bapak Sanusi. Sdr. lib dan Epik sebagai Juru peliharaan situs BCB
tersebut. pertanyaan pun mulai kami lontarkan kepada Beliau.
Suatu
hal yang menarik untuk di kaji dari beberapa hasil pengamatan sebelum
pada uraian lebih lanjut kami membagikanya dalam 3 tahapan pengamatan
Point I
a. Setiap Batu Nisan mempunyai Keseragaman pada jenis Batunya.
b. Tinggi rata-rata di atas Permukaan Tanah 20-30 Cm.
c. Satu Makam bercirikan 1 tunggul/1 Batu Nisan saja.
d. Setiap Nisan mempunyai Relief/Kaligrafi.
e. Bertuliskan Huruf Arab Gundul.
f. Berbentuk kuba atau segitiga.
g. Melambangkan makam prajurit.
Point II
Terdapat 9 buah Batu Nisan dengan Ciri tersendiri dikelilingi oleh nisan lain (prajurit) sebagai Pengawalannya.
a. Dari 9 buah Batu Nisan 7 diantaranya mempunyai keseragaman Bentuk (1 buah berbeda dalam Lekukan) Menunjukan bahwa 7 orang tersebut adalah Laki-laki dan yang 2 orang adalah Wanita.
b. Tinggi rata-rata 60-70 CM
c. Relief dan Huruf Kaligraf lebih banyak.
d. Jarak antara satu dengan yang lainnya 170-200 Cm.
e. Menunjukan makam Pemimpin/Pembesar.
Point III
Nama-nama yang di sebutkan terbatas pada pengetahuan yang ada, diantaranya disebutkan :
a. Syekh Ariffuddin
b. Beberapa Panglima Perang Pasukan Sultan Hasanudin
c. 2 orang Putri Raja Demak dan Cirebon
d. Pemimpin Pasukan
e. Syekh Ishak
dari hasil pengamatan kami selanjutnya, relief dan Huruf sudah banyak yang pudar, sehingga agak menyulitkan dalam penulisan ini.
ANALISIS
Angka Tahun penanggalan perlu penelusuran lebih lanjut, perhitungan, angka
harus di hitung tersendiri sehingga akurat data dapat dipertahankan
jika tidak tepat memperhitungkan maka akan jauh melesat dari ketentuan
Begitu dalam pengamatan ini muncul keragaman dalam menginterpretasikan
angka tahun keraguan kami terobati karena salah seorang rekan secara
samar membaca tahun 1015-1501 dan 1021 sekarang tinggal menentukan
jenisnya apakah menggunakan Tahun Hijriah Tahun saka Jawa atau mengunakan
Tahun Saka Hindu.
Sedang asiknya kami berdiskusi dengan rekan-rekan ketua rombongan mengingatkan kami agar siap merayap
turun. Sementara Penelitian kami hentikan,karena waktu Magrib akan
tiba, kendaran kami meluncur dari Jasinga Pukul 18.15 WIB, baru Pukul 21.30 kami
masing-masing selamat tiba di Rumah.
TELAAH SEJARAH
Beberapa Buku membantu penulisan untuk bercerita ynag meriwayatkan
tetang Pewaris Tahta Kerajaan Pajajaran setelah Sri badunga Maharaja
wafat pada tahun 1521 .Sebagai penerus Kerajaan Sunda Pajajaran tersebut
adalah Prabu Sang Hyang Surawitela pada periode 1521-1535. selama
beliua memerintah sudah terjadi beberapa kali konflk dengan Cirebon, dan
pada masa beliau ini pula Banten tahun 1526 dan Jayakarta Tahun 1927
menjadi daerah kesultanan dibawah Cirebon. Diriwayatkan tidak kurang
dari 15 kali terjadi Pertempuran sehingga timbulah perjanjian yang
disebut Perjanjian Perdamaian Pajajaran Pakung Wati 12 juli 1531. Pada
masa ini tidak disebutkan di daerah mana terjadinya pertempuran
tersebut.
Sepeningalan Beliau di ganti oleh Prabu Ratu Dewata
yang memerintah anatara tahun 1535-1543 diriwayatkan bahwa Roda
Pemerintah di Pajajaran sudah mulai mengendor beberapa kali serangan
dari Cirebon ia mengandalkan sifat Perjanjian Pajajaran – Pakungwati
yang telah di sepakati olah Cirebon sebab itu ia percaya bahwa Cirebon
tidak akan melakukan serangan kembali. sementara pihak Banten yang pada
saat itu telah menjadi daerah kesultanan dan mempunyai hak otonom,
membentuk laskar tenguh untuk menyerang Kota Pakuan; dalam cerita
Parahanyang disebut dating bencana musuh gemel tambuh sangkane prang
rang di burwan ageing pejah tohaan Ratu sang hiang, Konon terjadi di Pusat Kota Pakuan kemungkinan sekitar daerah Sukasari, Lawang Gintung
sekarang. Peristiwa ini sangat memalukan karena raja pada waktu itu
sedang melaksanakan tapabrata, tidak sedikit para Pangawal Kerajaan yang
Gugur dalam Peristiwa tersebut.
Pengganti Ratu Dewata adalah Ratu Sakti memerintah antara Tahun 1543-1551, ia di kenal sebagai Raja yang alim, karena kerasukanya ini di Kerajaan Pakuan semakin kacau
balau, rakyat banyak yang miskin dan tidak memperdulikan pemerintah sebab
itulah beliau diturunkan dari pemerintahannya.
Ratu Sakti di
gantikan oleh Prabu Nilahendara ia memerintah antara Tahun 1551-1567. Sama kacaunya dengan Raja sebelumnya ia dikenal sebagai Raja gemar
kesenangan antara lain makan dan minum “Tatan agama gyang hewaliyah
mamangan sedrasa Ni syurup ka suykas berang har”. Ia lupa diri
perperangan ini dilambangkan dengan Bunga Pralaya yang disebut Kaliyuga,
Pajajaran telah diambang pintu kehancuran, akhirnya datang juga
serangan-serangan Banten dalam cerita Parahiangan “disebut Tohaan
diamajaya adalah Prangtas mangka tang it is ting kedatuan” sebagian
masyarakat meningalkan Kota Pakuan karena Raja sudah tidak Tinggal di
Keraton. Proses ini berangsur lama, Kota Pakuan masih berada di bawah
pembesar Keraton yang tidak ikut mengungsi.
Pajajaran telah
beralih Tangan Raja adalah Prabu Ramamulya Suryakencana atur Pucuk umum
Pulasari ia Memerintah antara tahun 1567-1579 M. Keraton berkedudukan
di lereng Gunung Pulasari, (sekitar Kp.Kadu
Hejo,Kec.Menes,Kab.Padeglang). Prabu tidak lagi mengunakan Mahkota
Kerajaan. Penembahan Yusuf atau Sultan maulana Yusuf, mulai menempakan
ambisinya untuk menaklukan Pajajaran secara keseluruhan, bersama pasukan
Banten – Cirebon mengadakan serangan secara besar-besaran maka
terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat dalam pertempuran ini kedua
belah pihak banyak korban yang berjatuhan, pertahanan Tentara Pajajaran
Bertempur dalam mempertahankan diri di sekitar daerah
Jasinga (sekarang) sampai Pandeglang.
Sebagai bagian terakhir dari
catatan singkat ini, sedikit di bicarakan runtutuan kejadian dari
kronologis pemerintahan di dalam kerajan Pajajaran.pendekatan aprigasif
menentukan serangan besar-besaran, terjadi pada masa Prabu Rajamulya
Surya Kencana, sedangkan Banten berada di bawah pemerintahan Sultan
Maulana Yusuf dan bukan Sultan Hasanudin seperti di sebut-sebut
kemungkinannya dapat terjadi, karena Sultan Hasanudin merupakan Sultan
Pertama di Banten dan begitu besarnya pengaruh Beliau sehinga
keturunannya tidak tertulis. Selanjutnya di katakan bahwa Pemerintah
Pajajaran berada di Pandeglang yang pada waktu itu batas wilayahnya
sampai ke arah Jasinga tentunya sebelum penaklukan terjadi dahulu
pertempuran yang maha hebat tidak di sebutkan dimana Tentara Pajajaran
dikuburkan karena peperangan dimenangkan oleh pihak Banten maka para
“Syuhadanya” ditempatkan di Garisul.
Dalam tradisi lokal dalam
sejarah Banten disebutkan bahwa orang-orang yang akan menyerang
Pakuan/Kerajaan Pajajaran berangkat dari Banten pada hari Minggu 1
Muharam Tahun Alif sengkala, bumi rusak rekek mangkek iki Terjemahan
menjadi 1501 Shaka atau 1579 M, disebut Tahun 1501 Shaka adalah Tahun
pertama dari abad baru, sekalipun perhitunggan waktu baru diperintahkan
oleh Sultan Agung Mataram pada Tahun Shaka 1555 tetapi penggunaan tahun
shaka sudah dipergunakan sebelumnya, ketentuan jatuhnya 1 Muharam 1501
Shaka sudah pada hari Jum’at – Sabtu atau Minggu perlu pengkajian lebih
lanjut, penulisan mengambil catatan dari sejarah Banten dan Babat
Cirebon sekitar runtuhnya Pajajaran oleh Banten tertulis 1501 Shaka
yaitu 1579 M.
Diposting Oleh : Editor, 17.10. 2012
Sumber :
www.bogorkab.go.id/2012/10/17/situs-garisul
Pernah di posting di Facebook Kalakay Jasinga 20 November 2013