KAMUS BAHASA SUNDA 1862
Pada saat diterimanya kamus ini, tertulis dibelakang buku bahwa kamus ini sudah menjadi bagian dari kekayaan budaya yang penting di Musium Scholars Amerika. Buku yang kami terima merupakan kopian dari naskah aslinya yang tersimpan. Ada dua macam cetakan yaitu soft copy dan hard copy. Cetakan soft copy bergambar disebuah dermaga zaman dahulu kala, sedangkan yang ada ditangan kami adalah hard copy yang tidak bergambar. Di halaman muka sepertinya tertuliskan tanggal pembelian kamus tersebut 2 Februari 1928. Nama yang tertulis tidak begitu jelas. Di halaman muka juga terdapat cetakan kecil bertuliskan bahasa belanda.
Salah satu contoh kata bahasa sunda yang terdapat dikamus ini adalah nista; yang merupakan tanda peringatan. Biasanya kata nista ini diikuti oleh kata lain yaitu maja dan utama. Tiga kata tahapan peringatan, yaitu nista sebagai peringatan pertama maja sebagai peringatan kedua dan utama sebagai peringatan terakhir. Kata-kata tersebut pada tahun 90-an masih sering digunakan oleh pemuda-pemudi Jasinga sebagai kata-kata tren dalam pergaulan. Biasanya juga kata-kata tersebut dibarengi oleh guyonan atau sebagai bumbu candaan. Sebagai contoh sebagai peringatan kepada salah satu teman yang tidak mau mengembalikan buku miliknya " Kadieukeun buku kami, mun henteu dibalikeun rek ditampiling! " lalu orang tersebut akan menghitung dengan nista, maja, dan yang terakhir utama. Maka jika teman tersebut tidak mengembalikan bukunya, sebagai akibatnya dia akan menamparnya.
Ada beberapa kata-kata yang menunjukkan nama sebuah tempat di Jasinga dan sekitarnya. Mandala Giri adalah sebuah nama gunung di Jasinga yang biasa disebut Gunung Gede Jasinga yang mana saat ini kemungkinan besar adalah Gunung Pangradin. Jaga Baya adalah nama sebuah kampung di Parung Panjang. Situ Hyang adalah nama sebuah danau kecil yang berada di Bolang. Dan nama-nama lain yang cukup menarik untuk dikaji.
Yang menarik di dalam kamus ini juga menyebutkan berbagai jenis padi pada masa itu. Terdapat 150 padi humah dan 45 jenis padi sawah yang tersebar di jasinga dan sekitarnya hingga menghabiskan 5 halaman kamus ini. Jumlah padi humah lebih banyak dibandingkan dengan jenis padi sawah. Nama-nama padi sawah terdapat itu diantaranya adalah angsana baheula, angsana leutik, banteng, beureum gede, chere bogor, chere pichung, chokrom, gajah menur, gimbal, grogol, kemuning, ketan bebek, madura, mataram, sisit naga, dan lainnya. Nama-nama padi humah diantaranya adalah ambon, badigal, batu, beunteur, beureum kapundung, beureum randa, beureum sereh, buntut ajag, chandana, chere malati, chokrom, gajah pulen, hapit, kadaka, jampang, ketan asmara, ketan ruyung, lilitan, menteng, molog, sabagi, salak gading, wahangan, wasiyat, dan lainnya.
Isi dari sampul belakang : "This work has been selected by scholars as being culturally important, and is part of the knowledge base of civilization as we know it. This work was reproduced from the original artifact, ... ".
Pembeli kamus tersebut sepertinya pemerhati bahasa sunda, karena terdapat coretan-coretan untuk mengoreksi atau pun menambahkan isi kamus, contohnya bala menjadi balad, be'ng b'eng menjadi be'be'ng, be'wuk menjadi buwe'k, ge'golak menjadi ngagolak, harrarangge menjadi sirarangge, pupu menjadi mupu, kunchianak menjadi kuntilanak masing menjadi masing-masing dan sebagainya.
Dalam penyusunan kamus bahasa sunda ini Jonathan Rigg menyebutkan di akhir prakata bahwa beliau dibantu oleh Demang Jasinga, Raden Nata Wireja. Disebutkan juga bahwa beliau sering mendengarkan tukang pantun yang bernama Ki Gembang.
AN - Kalakay Jasinga
AN - Kalakay Jasinga