RUPA-RUPA

ASAL USUL NAMA JASINGA

THE ORIGIN OF THE WORD OF JASINGA

Beberapa cerita rakyat tentang lahirnya beberapa nama-nama desa atau daerah Bogor memang ada, seperti Rancamaya, Bantarjati, Ciaruteun, Cikeas, Kedunghalang, dan sebagainya. Untuk wilayah Bogor bagian barat terdapat nama-nama daerah yang cukup tua seperti Ciaruteun, Argapura (Rengganis) dan Jasinga.

Some folklore about the first time of several names of villages or Bogor areas do exist, such as Rancamaya, Bantarjati, Ciaruteun, Cikeas, Kedung Halang, and so on. For the western part of Bogor, there are names of quite old regions such as Ciaruteun, Argapura (Rengganis) and Jasinga. 

Pada masa lalu, Jasinga meliputi batas-batas Sajira di sebelah Barat, Tangerang di sebelah Utara, Bayah di sebelah Selatan dan Cikaniki di sebelah Timur. Berlalunya waktu, Jasinga kini berbatasan dengan Cipanas, Tenjo, Parung Panjang, dan Cigudeg.

In the past, Jasinga covered the boundaries of Sajira in the west, Tangerang in the nort, Bayah in the south and Cikaniki in the east. The passing of time, Jasinga now borders the area of Cipanas Banten, Tenjo, Parung Panjang and Cigudeg.

Oleh orang-orang tua dulu Jasinga disebut juga Bogor-Banten, bahkan juru pantun terkenal Sunda yaitu Aki Buyut Baju Rambeng berasal dari daerah Bogor-Banten atau yang tinggal di daerah Pegunungan Tonggoheun Jasinga. Disebut Bogor-Banten karena posisiya berbatasan langsung dengan wilayah Banten. 

By the old people, Jasinga was also called Bogor-banten, even the famous Sundanese poet interpreter, the Buyut Aki Baju rambeng came from Bogor-Banten area or lived in the Tonggoheun Jasinga mountains. Called Bogor-Banten becouse of it's position directly adjacent to the Banten region.

Tidak hanya batas wilayah tetapi ditinjau dari budaya, perilaku serta dialek bahasa mirip sekali dengan masyarakat Banten yang sebagian tidak terpengaruh dengan budaya Priangan. Kini Jasinga termasuk wilayah administrasi Kabupaten Bogor.

Not only the boundaries of the region but in terms of the culture, behavior and dialect of language are very similar to the people of Banten who are not affected to the Priangan culture. Now Jasinga is included in the administrative area of Bogor regency.

Mengenai asal usul nama Jasinga sendiri hingga kini masih terdapat berbagai versi. Kebanyakan versi yang melekat dan diyakini masyarakat yaitu cerita yang didapat dari penuturan turun temurun dari mulut ke mulut para sesepuh setempat. 

Regarding the origin of the name Jasinga it self until now there are still various versions. Most versions that are inherent and believed by the community are stories that are derived from stories passed down from mouth to mouth by local elders.

Hanya orang-orang tertentu saja yang merujuk kepada sumber autentik dan masih dijadikan bahan kajian bagi masyarakat Jasinga untuk menambah versi.

Only certain people refer to authentic source and are still used as material for the study of the Jasinga people to add the version.

Ada beberapa versi mengenai asal usul nama Jasinga antara lain :

1. Mitos seekor Singa yang melegenda, jelmaan dari tokoh-tokoh Jasinga.

2. Pembukaan lahan yang dilakukan oleh Wirasinga, hingga nama lahan tersebut dijadikan nama Jasinga atas jasa Wirasinga.

3. Jayasingharwarman (358-382 M) Raja Tarumanagara I yang mendirikan Ibukota dengan nama Jayasinghapura.

4. Dua dari tujuh ajaran Sanghyang Sunda yaitu Gajah lumejang dan Singa bapang yang digabungkan menjadi Jasinga.

There are several versions of the origin of the name Jasinga :

1. Myth of a legendary lion, the incarnation of Jasinga figures.

2. Land clearing conducted by Wirasinga, until the name of the land was used as a name Jasinga for Wirasinga's award.
3. Jayasinghawarman (358-382 AD) King of Tarumanegara I, who founded the capital under the name Jayasinghapura.
4. Two of the seven Sundanese Sanghyang teachings, namely Gajah Lumajang and Bapang Lion combined into Jasinga.

Pendapat pertama, bahwa nama Jasinga dikaitkan dengan riwayat atau cerita yang dituturkan oleh para sesepuh Jasinga seperti Wirasinga, Sanghyang Mandiri dan Pangeran Arya Purbaya dari Banten. 

The first opinion, that the name of Jasinga was associated a history which told by Jasinga elder such as Wirasinga, Sanghyang Mandiri and Pangerang Arya Purbaya from Banten.

Dalam setiap hidupnya serta perjuangannya mempunyai wibawa seperti seekor singa, bahkan sempat berwujud menjadi seekor Singa. 

Their life and struggle has authority like a lion, it even had a form of a lion.

Perwujudan Singa tersebut membuat orang disekitar yang melihatnya menjadi terkejut dan kagum. Dan setiap orang yang melihat akan mengucapkan : 

The lion's embodiments made the people around who saw them be surprised and amazed and every one who sees will say :

“Eeh.. Ja.. Singa eta mah”. Kata “Ja” menjadi kata identitas tersendiri di Jasinga yang berguna untuk memperjelas kata atau kalimat berikutnya. Seperti ”Da” di sunda Priangan.

"Eeh.. Ja.. Singa eta mah". The word "Ja" is a separated identity word in Jasinga Sundanese which is useful for clarifying the next word or sentence. Such as "Da" in the Priangan sundanese.

Pendapat kedua meyakini bahwa Wirasinga keturunan Sanghyang Mandiri (Sunan Kanduruan Luwih) membuka lahan di Pakuan bagian barat (Ngababakan lembur anyar). 

The second opinion is that Wirasinga descendents of Sanghyang mandiri (Sunan Kanduruan Lewih) open the land in Western Pakuan for open a new settlement

Nama daerah tersebut dinamakan Jasinga oleh Sanghyang Mandiri serta menobatkan Wirasinga sebagai penguasa baru Jasinga atau sebagai Jaya Singa. Seperti Jakarta yang berasal dari nama Jaya Karta dengan salah satu pemimpinnya yaitu Pangeran Jaya Wikarta.

The name of the area was called Jasinga by Sanghyang Mandiri and named Wira Singa as the new ruler of Jasinga or as Jaya Singa. like Jakarta, which originated from the name Jaya Karta with one of it's leader, Pangerang Jaya Wikarta.


Pendapat ketiga cukup menarik karena mengacu pada sejarah autentik bahwa Jasinga berasal dari kata Jayasingha.

The third opinion is a quite interesting because it refers to the authentic history that Jasinga comes from the word Jayasingha.

Diceritakan bahwa seorang Reshi Salakayana dari Samudragupta (India) dikejar-kejar oleh Candragupta dari Kerajaan Magada (India), hingga akhirnya mengungsi ke Jawa bagian barat. Ketika itu, Jawa bagian barat masih dalam kekuasaan Dewawarman VIII (340-362 M) sebagai raja dari kerajaan Salakanagara.

It is said that reshi Salakayana from Candragupta (India) was chased by Candragupta from the kingdom of Magada (India), and finally took refuge in Western Java. At that time, Western Java was still in the power of Dewawarman VIII (340 - 362 AD) as the king of the Kingdom of Salakanagara.

Jayasinghawarman menikah dengan Putri Dewawarman VIII yaitu Dewi Iswari Tunggal Pertiwi, dan mendirikan ibukotanya Jayasinghapura lalu mendirikan kerajaan Tarumanegara. Jayasinghawarman (358-382 M) bergelar Rajadiraja Gurudharmapurusa wafat di tepi kali Gomati (Bekasi). Ibukota Jayasinghapura dipindahkan oleh Purnawarman Raja Taruma III (395-434 M) ke arah pesisir dengan nama Sundapura.

Jayasinghawarman married princess Dewawarman VIII, Dewi Iswari Tunggal Pertiwi, and established his own capital Jayasinghapura, and then founded his Kingdom Tarumanegara. Jayasinghawarman (358 - 382 AD) with rank Rajadiraja Gurudharmapurusa died by the Gomati (Bekasi). Capital Jayasinghapura moved to the coast with the name Sundapura by Purnawarman (395 - 434 AD), King of Tarumanegara III.

Satu tambahan sebagai pendapat keempat bahwa Jasinga berasal dari kata Gajah Lumejang Singa Bapang. Dua dari tujuh ajaran Sanghyang Sunda sekaligus menetapkannya sebagai suatu tempat komunitas Sunda. Tujuh ajaran tersebut yaitu : 

One additional as a fourth opinion that Jasinga comes from the word Gajah Lumejang Singa Bapang. Two of the seven teachings of Sanghyang Sunda at the same time set it as a place for the Sundanese community. The seven teachings are :

Pangawinan (Pedalaman Banten), Parahyang (Lebak Parahyang), Bongbang (Sajira), Gajah Lumejang (Parung Kujang-Gn. Kancana), Singa Bapang (Jasinga), Sungsang Girang (Bayah), Sungsang Hilir (Jampang-Pelabuhan Ratu).

Pangawinan (Inland Banten), Parahyang (Lebak Parahyang), Bongbang (Sajira), Gajah Lumejang (Parung Kujang - Kancana Mountain), Singa Bapang (Jasinga), Sungsang Girang (Bayah), Sungsang Hilir (Jampang - Pelabuhan Ratu).

Tujuh ajaran tersebut mempengaruhi Purnawarman sebagai Raja Tarumanegara III (395-434 M), sehingga ia mendirikan ibukota dengan nama Sundapura.

These seven teachings influenced Purnawarman as King of Tarumanegara III (395 - 434 AD), so he founded the capital under the name Sundapura.

Keruntuhan Tarumanegara terjadi pada masa Linggawarman (669-732 M) sebagai Raja Taruma XII karena begitu kuatnya pengaruh Sunda. Putri Linggawarman yaitu Dewi Manasih (Minawati) dinikahkan dengan Tarusbawa putra Rakyan Sunda Sembawa. Tarusbawa menjadi Raja Sunda (669-732 M) dan Tarumanegara pun runtuh.

Tarumanegara collapsed occurred Liggawarman era (669 - 732 AD) as King of Tarumanegara XII because the strength of Sundanese. Linggawarman daughter Dewi Manasih (Minawati) married Tarusbawa, son of Rakyan Sunda Sembawa. Tarusbawa become King of Sunda (669 - 732 AD) and Tarumanegara collapsed.

Pengaruh Hindu pun akhirnya melemah dan menjadi ajaran leluhur ajaran Sanghyang Sunda.

Hindu influence eventually become weakened and Sanghyang Sunda become the teachings of the ancestors.

Dua titik wilayah yang merupakan Sanghyang Sunda yaitu Gajah Lumejang-Singa Bapang dijadikan tempat laskar bagi Kerajaan Sunda. Dan kedua nama tersebut disatukan menjadi Gajah Lumejang Singa Bapang kemudian menjadi nama Jasinga (Ja=Gajah Lumejang, Singa=Singa Bapang). Perpaduan dua Filosofi Gajah dan Singa.

Two points of the region are the Sanghyang Sunda namely the Gajah Lumejang - Singa Bapang used as a troops place for the Kingdom of Sunda. And the two names are united into Gajah Lumejang Singa Bapang then abbreviated to Jasinga (Ja = Gajah Lumejang, Singa = Singa Bapang). The combination of two philosophy of elephant and lion.

Tujuh ajaran Sanghyang Sunda tersebut tercantum dalam Kitab Aboga yang diperkirakan dibuat pada masa kejayaan Kerajaan Pajajaran seperti dituturkan oleh narasumber bahwa kitab tersebut di bawa ke Leiden pada akhir abad 19.

The seven teachings of Sanghyang Sunda are listed in the book of Aboga which was estimated to be made during the heyday of the kingdom of Padjajaran as told by the source that the book was brought to Leiden in the late 19th century.

Dengan memaknai baik secara kosakata (etimologi) maupun perlambangan (Hermeneutika), Jasinga mempunyai makna yang berarti. Dengan nama Jasinga lahirlah sebuah cerita rakyat melegenda hingga kini bagi masyarakat Jasinga. Di samping itu, adanya sosok Singa sebagai mitos merupakan wujud kewibawaan para penghulu Jasinga.

By interpreting both vocabulary (etymology) and symbolism (hermeneutics) Jasinga has meaning. With the name Jasinga was born with a legendary folklore up to now for Jasinga people in addition, the presence of a lion as a myth is a manifestation of the authority of the Older Jasinga.

Nama Jasinga ditinjau secara autentik yaitu menunjuk pada naskah-naskah kuno atau kajian sejarah Sunda, terdapat Jayasinghapura yang berarti gerbang kemenangan yang didirikan oleh Raja Taruma I (Jayasinghawarman).

The name Jasinga is authentically reviewed, which refers to ancient manuscripts or studies of sundanese history, ther is Jayasinghapura which means the gate of victory established by King of Tarumanegara I (Jayasinghawarman).

Dalam naskah sejarah yang ditulis dan dirangkum oleh Panitia Wangsakerta Panembahan Cirebon, nama Jasinga terdapat dalam sejarah Lontar sebagai tempat rujukan untuk melengkapi Kitab Negara Kretabhumi yang disusun untuk pedoman bagi raja-raja nusantara.

In a historical text written and summarized by the Panembahan Cirebon Wangsakerta Committee, the name Jasinga is found in the history of "lontar" as a reference place to complete the kretabhumi state book which was compiled for guidelines for the kings of the Nusantara.

Kitab itu disusun selama 21 tahun (1677-1698 M) pada masa-masa genting yaitu beralihnya raja-raja di Nusantara ke dalam penjajahan Belanda. Lontar itu berjudul ”Akuwu Desa Jasinga”. Perlu dikaji bila naskah itu masih ada.

The book was compiled for 21 years (1677 - 1698 AD) during a crucial times, namely the conversion of kings in the Nusantara into Dutch Colonialism. The lontar was titled "Akuwu Desa Jasinga". It's need to be studied if the text is still there. 

Dari mitos seekor Singa, diyakini bahwa sampai saat ini masih ada beberapa ekor Singa yang menjaga wilayah Jasinga walaupun dalam bentuk gaib.

From the myth of a lion, it is believed that untill now there are still a number of lions who guard the Jasinga region even thought in an occult form.

Padahal di Jawa Barat tidak ditemukan habitat singa walaupun di Indonesia sekalipun. Jika dikaitkan dengan datangnya raja-raja pendahulu dari India, maka perlambang Singa berasal dari India pula, bisa saja wujud nyata seekor Singa pernah dibawa oleh pembesar yang datang dari India.

Even thought there is no lion habitat in west java even thought in Indonesia. If it is associated with the arrival of predecessor king from India, the the symbol of the lion comes from India as well, it could have been a real form of a lion that was brought by a magnifier who came from India.

Jasinga tidak layaknya seperti legenda-legenda di Jawa Barat lainnya yang begitu percaya adanya Harimau Pajajaran serta dijadikan lambang atau filosofi tertentu. Masyarakat Jasinga meyakini adanya seekor Singa, hingga pusat kecamatan dilambangkan sebuah Tugu Singa.

Jasinga is not like other legends in west java who believed in the existence of the Pajajaran Tiger and are used as certain symbols or philosophies. The Jasinga people believes in the existence of a lion, until the sub-district center is represented by a lion monument. 

Nama singa juga terdapat pada sebuah tanaman yang bernama Singadepa yang tumbuh di hutan-hutan. Daun Singadepa berguna untuk memandikan bayi yang baru lahir, pengharum badan, serta sebagai pencuci darah.

The name of the lion is also found in a plant called Singadepa which grows in forests. Singadepa leaves are useful for bathing newborns, body fragrances, and as a blood wash. 

Tumbuhan Singadepa mempunyai tinggi -/+ 30 cm, hidup di daerah yang lembab dan tertutup oleh pohon-pohon yang lebih tinggi. Di Jasinga tanaman Singadepa sangat sedikit dan ada di hutan-hutan tertentu, kecuali di hutan pedalaman Baduy hingga ke Lebaksibedug (Citorek) di dekat Gunung Bapang.

The Singadepa plant has a height -/+ 30 cm, lives in a humid area and is covered by a taller trees. In Jasinga the Singadepa plants are very few and exist in certain forests, except in the inland forest of the Baduy to Lebaksibedug (Citorek) near Mount Bapang.

Itulah beberapa pendapat mengenai asal usul nama Jasinga yang masih perlu diteliti lebih lanjut keberadaannya, dan diperlukan penelitian Sejarahwan. Kitapun masih bertanya-tanya benarkah hewan-hewan Singa itu ada di Jawa Barat bahkan di Indonesia sekalipun.

Those are some opinions regarding the origin of the name Jasinga which still needs to be studied further, and the research of historians is needed. we also still wonder whether the lion animals exist in West Java even in Indonesia. 

Terlepas dari itu, orang sependapat bahwa Singa adalah suatu perlambang (hermeneutika) kewibawaan, kejujuran, ketegasan, kemenangan walaupun hanya diceritakan dalam mitos dan legenda. Wallahu’alam.....

Apart from that, people agree that lions are a symbol (hermeneutics) of authority, honesty, firmness, victory even though they are only told in myths and legends. Wallahu'alam ....



Sumber :



1. Sejarah Bogor 1, Saleh Danasasmita, 1983.

Pemerintah Kota Madya DT. II Bogor.

2. Drs. Moh. Amir Sutaarga, Prabu Siliwangi atau Prabu Purana Guru Dewata

Prana Sir Baduga Maharaja Ratu Hadji di Pakuan Padjadjaran. 1473-1513 M.

Bandung. PT. Duta Rakjat, 1965.

3. Prof. Dr. Ayat Rohaedi, SUNDAKALA Cuplikan sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-Naskah Panitia Wangsakerta. Cirebon.

Jakarta, Pustaka Jaya, 2005.

4. Atca & Negara Krethabumi 1.5

Ayat Rohaedi Karya Kelompok kerja di bawah tanggung jawab Pangeran Wangsakerta (Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi) Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Bandung, 1986.

5. Drs. Yosep Iskandar, SAWALI.

Komunitas Urang Sunda Internet (KUSNET)

6. Para Sesepuh Jasinga.

7. Kang Yasid dan kang Subani, Warga Cibeo-Kanekes.

8. T. A. Subrata Wiriamiharja, SH. (TASWIR), Muara Seni Bogor Selatan.



Disusun oleh :
Kalakay Jasinga, 2007
 
 

 


14 komentar:

  1. Mau ijin nih kang, dijadikan cerpen boleh gaa? aku juga orang jasinga ^^

    BalasHapus
  2. mau ijin kang.. cerita yang dari sumber blog ini boleh aku jadikan cerpen?

    BalasHapus
  3. izin kang lamun kersa rek dijadikeun film ?

    BalasHapus
  4. Mantep kang... Lumaya nambah wawasan, jadi nyaho sajarah lembur sorangan
    #JasingaBangkit

    BalasHapus
  5. Wah makasih banget artikelnya. Saya lagi iseng nyari nama kakek buyut saya wira singa. Kalo dari silsilah betul, kakek wira singa itu keturunan sanghyang mandiri. Saya kesulitan nyari informasi tentang sanghyang mandiri.

    BalasHapus
  6. Wah makasih banget artikelnya. Saya lagi iseng nyari nama kakek buyut saya wira singa. Kalo dari silsilah betul, kakek wira singa itu keturunan sanghyang mandiri. Saya kesulitan nyari informasi tentang sanghyang mandiri.

    BalasHapus
  7. mantap jiwa...bangga jadi urang sunda

    BalasHapus
  8. Maaf seblumnya sy MAU tanya temenggung wirakosa Dari djasinga, dan
    Saya jag Dari keturunan sanghyang mandiri. Nama sy raden harlis komalia bin raden bai hasannudin almost bin raden atje ameiodin alm sy berasal klg bpk bogor asli, sy mohon petujuk ingin tau APA benar sy masih ketrunan penjajaran tolg bantunya

    BalasHapus
  9. terima kasih, bisa jadi bahan buku cerita anak asal usul Jasinga

    BalasHapus
  10. Mantap bangga jadi org sunda
    Izin memakai nama kalakay jasinga dlm sebuah peroduk kamasan madu untuk tujuan mengangkat nama daerah jasinga dan rengganis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf kang, pake nama lain saja, Punteun _/\_

      Hapus