RUPA-RUPA

PITUIN SUNDA (SANG RESI, SANG RAMA DAN SANG PRABU)

 

Maharaja Tarusbawa mendirikan Kerajaan Sunda dengan kraton bernama Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati yang berkedudukan di Wilayah Pakuan (Bogor). Pada masa pemerintahannya Tahun 669 - 723 M, sebagai seorang asli Sunda Sembada, Sang Maharaja melaksanakan dan mengamalkan ajaran Pituin Sunda / Sunda Wiwitan dari Sang Resi, Sang Rama dan Sang Prabu yaitu dengan mengamalkan ajaran Sanghyang Darma dan Sanghyang Siksa serta mengajarkannya kepada para penguasa di wilayah bawahannya. 

(Sumber : Naskah fragmen Carita Parahyangan)


Pengaruh Hindu mulai masuk ke Kerajaan Sunda pada masa Pemerintahan Prabu Detya Sri Jayabhupati Raja Sunda yang ke-20 (1030 - 1042 M), hal ini dimungkinkan karena Prabu Detya Sri Jayabhupati menantu dari Prabu Darmawangsa Raja Kediri yang merupakan penganut ajaran hindu. Prasasti Sri Jayabhupati ditemukan di daerah Cibadak Sukabumi atau disebut pula dengan nama Prasasti Sanghyang Tapak. Gaya bahasa serta gelar raja sangat mirip dengan gelar di lingkungan Kraton Jawa Timur. Prasasti Sanghyang Tapak ditulis dalam Bahasa Jawa Kuno dengan huruf kawi. Sri Jayabhupati menganut agama hindu aliran Wasinawa (Wisnu) sebagaimana dianut oleh Raja Airlangga. 

(Sumber Sejarah Bogor Bagian 1)

 

Pituin Sunda mulai dihidupkan kembali pada masa Raja Sunda ke-25 yaitu Prabu Dharmasiska (1185 - 1297 M) dengan membangun Kabuyutan yang diberkati Sang Resi, Sang Rama dan Sang Prabu yang mengajarkan kebenaran Sanghyang Darma dan Sanghyang Siksa. Sebelumnya Prabu Dharma Siska merupakan Raja Kerajaan Saunggalah di lereng Gunung Ceremai yang kemudian dijadikan raja di Pakuan (Sunda).

 

Note : Foto hanya ilustrasi

 

++KALAKAY JASINGA++

-- BEUNANG GUGURU TI GUNUNG --

-- BEUNANG NANYA TI GURIANG --

 

Pernah diposting di Fans Page Kalakay Jasinga Pada 06 Oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar