RUPA-RUPA

TIGA RAKSA BAGIAN DARI SEJARAH BANTEN


Tiga Raksa adalah nama sebuah kecamatan yang sekarang berkembang menjadi pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang. Nama Tiga Raksa tidak luput dari sejarah awal muasalnya yang bersumber dari cerita tradisi setempat dan sekitarnya.

Menurut sejarah Tangerang, sekitar Tahun 1670 antara Banten, Sumedang dan Cirebon terjadi hubungan politik dan perdagangan. Sejalan dengan hubungan tersebut pada akhir Tahun 1680 berlangsung pertemuan antara Sultan Banten dengan wakil penguasa Sumedang dan Cirebon. Acara pertemuan itu berlangsung di tempat yang bernama Pasanggrahan yang merupakan kota pertama di daerah Tangerang pedalaman yang terletak disebelah selatan Tiga Raksa sekarang.

Kesepakatan bahwa kedudukan Tangerang di dalam struktur pemerintahan Kesultanan Banten menjadi "Kemaulanaan" dengan ibukota Pasanggrahan. Wilayah kemaulanaan ini mencakup wilayah Tangerang, Jasinga dan Lebak. Kemaulanaan ini diperintah oleh tiga tumenggung yang berasal dari Sumedang yaitu Tumenggung Aria Yudanegara, Tumenggung Aria Wangsakara dan Tumenggung Aria Santika. Triumvirat ini disebut Tigaraksa (Tiga pemimpin) untuk menjaga (Ngaraksa) daerah dari serangan kompeni.

Meskipun telah terjadi perjanjian antara Sultan Haji (Sultan Abu Nasr Abdul Khahar) pada 17 April 1684. Ketiga Tumenggung berusaha melakukan perlawanan terhadap kompeni. Tumenggung Aria Santika gugur di Kebon Besar (1717) dimakamkan di Batu Ceper (Kramat Asem), Tumenggung Aria Yudanegara gugur di Cikokol (1718) dimakamkan di Sangiang. Tumenggung Aria Wangsakara gugur di Ciledug (1720) ketika menyerbu Jatinegara dan ia dimakamkan di Lengkong (Lengkong Sumedang) daerah Legok. Dengan begitu berakhirlah status Pemerintahan Kemaulanaan.

Menurut versi lain, nama Tigaraksa adalah tiga kekuatan yang melindungi wilayah Kesultanan Banten. Tiga yang berarti tiga tempat, raksa yang berarti pelindung atau penjaga. Ketiga titik itu adalah Banten, Jasinga dan Angke (Jayakarta), dengan daerah Balaraja yang berada di tengahnya. Balaraja diyakini sebagai tempat berkumpulnya para raja-raja (Penguasa). Menurut sejarah Banten, setelah kudeta yang dilakukan Sultan Haji dan VOC terhadap kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa (1682), pasukan Sultan Ageng Tirtayasa, Syeikh Yusuf Makasar, dan Pangeran Purbaya ke wilayah barat, utara dan timur (Jayakarta) lalu mereka mengungsi ke pedalaman dengan menyusuri Sungai Ciujung dan Cidurian. Sekitar 1200 pasukan di bawah pimpinan Aria Wangsadiradja bertempur dengan pasukan VOC, lalu sebagian pasukan Banten mengungsi ke daerah Ciapus, Pagutan dan Jasinga. 

Selanjutnya pada Tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa, Syeikh Yusuf Makasar dan pasukannya mengungsi ke Muncang dan Sajira. Setelah Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap, Syeikh Yusuf Makasar beserta Pangeran Kidul dan 1000 Pasukan Melayu, Bugis dan Makasar, menyusuri Sungai Cidurian dan Lawang Taji hingga ke Cikaniki dengan tujuan Cirebon. Tak lama Pangeran Purbaya dan Pangeran Kulon beserta pasukannya menyusul jejak Syeikh Yusuf Makasar. 

Jasinga merupakan daerah kekuatan terakhir dari "Tigaraksa" yang dibentuk oleh kesultanan Banten hingga para Pembesar Banten mengungsi ke Muncang Jasinga dan Sajira Lebak. 

Walaupun sumber tradisi, akan tetapi Sejarah Tigaraksa mempunyai banyak cerita dengan tokoh-tokoh yang sangat heroik.


Sumber :
- Sejarah Kabupaten Tangerang, Tim Pusat Studi Sunda Pemerintahan Kabupaten Tangerang 2004
- Banten Dalam Pergumulan Sejarah (Sultan, Ulama, Jawara). Nina H. Lubis, LP3S 2003
- Masyarakat Jasinga

Pernah dimuat di Halaman Facebook Kalakay Jasinga pada 16 April 2012


Sindu Cutter Mungkinkah tigaraksa ini ter-influence kisah 3 raja dari tiongkok?
Yg brti wkt itu sdh banyak bangsawan sunda-tionghoa..
Om Toni Tah yeu alus yeuh...! Di abdi ge cenah aya semacam nisan di kampung liud curug sisi cai beureum, tulisanna cenah bahasa naon teuing, tapi ke di tingali lah mun kira2na peninggalan sejarah ke ku abdi di fotolah.
Muktar Putra Solear Aya hannte cerita makam keramat solear.sareng caraenang nyompok,?
Herly Ependi Banyak kaitannya Dulur-Dulur, bnyk petuah yg mdh2n bs kita ambil dr sejarah. . .
Kalakay Jasinga Sindu > mungkin jg hanya kebetulan
Kalakay Jasinga Dede Tw > mungkin tulisan/aksara Arab pegon?
Belah mana lembur liud?
Ditunggu fotona


Perdiansyah > iraha2 ditampilkeun Situs Solear sisi Cidurian

Herly > satuju kang

Rahmat > Muhun
Nur Iqbal kalo pasar kemis da sejarah'y ga bot.

Adikhebot Ar Rubi iqbal@ klo ps kemis itu dulu na disitu ada pasar yg hari pasar na hari kemis,, karna zaman dulu mh pasar itu ga buka tiap hari jd ada hari pasarnya,,,na hari pasarnya itu hari kemis jd daerah na skarang disebut pasar kemis
Hardi RecycleInstallation Tumenggung Aria Yudanegara gugur di Cikokol (1718) dimakamkan di Sangiang. menurut msyarakat sekitar sangian memang diceritakan adanya salah satu makam tumenggung di daeerah tersebut.nuhun kang ieu'

Rahmat Kurnia hatur nuhun KJ...guar terus ..satahap" ngaruntuy sejarahna...top pokoke KJ...
Kalakay Jasinga Iqbal > tos dijelaskeun ku kang Setiadi

Setiadi Albantani > nuhun tos dijelaskeun
Kalakay Jasinga Hardi > ya itulah menurut literatur. Sama2 kang ...

Rahmat > mudah2an mangpaat..
Adikhebot Ar Rubi anu sepesipic na mh,, makam tumenggung Aria YUdanegara mah aya na atanapi tepat na di Pabuaran Tumpeng sisi jln Benua indah,,, kota Tangerang,
Kalakay Jasinga Setiadi > salah sahiji ulama pejuang Tangerang
Adikhebot Ar Rubi lereus pisan kang....,
Ahmadyani Sjojo dr latar belakang sejarah ada keterkaitan antara tangerang n jasinga,tp knp tenjo n jasinga knp tdk diperbolehkan bergabung kedalam kabupten tangerang pada waktu masa pemekaran th.2000?
Kalakay Jasinga Ahmadoen > maaf, kami belum mendapatkan data tentang penolakan sbagian wilayah bogor masuk ke tangerang.

Kalakay Jasinga Rakean Wulung Gadung > muhun kang, hatur nuhun
Teguh Mahmudz seru,,
Arya Ws Kara Sbagai org indonesia yg pnting jng prnh mlupakn sjarah dtanah klahirn sndiri.krn sjarah adalah ilmu untk klak ank&cucu qta.
Obing Namiroh Info alamat makam2 pembesar tigaraksa dulur...
Hoyong nyekar


Hendra Siliviliya sejarah babad banten yakan

TOLOK ALAT PERTANIAN DARI ANYAMAN BAMBU



Tolok atau disebut juga Epok adalah wadah yang biasa dibawa oleh petani jaman dulu yang terbuat dari anyaman bambu, kini sudah sulit sekali ditemukan. Karena dalam memanen padi saat ini menggunakan arit dan langsung dimasukkan ke karung, jadi alat-alat seperti epok, etem, dan lainnya sudah jarang sekali digunakan.

Fungsi tolok atau epok ini sebagai tempat menyimpan sisa-sisa potongan padi ketika memotong padi dengan menggunakan etem (ani-ani). 

Cara membawa tolok atau epok ini yaitu mengikatkannya dengan tali yang diletakkan di pinggang. Selain digunakan sebagai tempat sisa padi dapat juga digunakan sebagai tempat nasi timbel ketika berangkat menuju sawah atau huma.

Dalam kamus bahasa sunda "A Dictionary of The Sunda Language of Java" karya Jonathan Rigg, epok adalah tempat seureuh yang terbuat dari rotan. Tempat bambu kecil yang dipakai untuk memotong padi untuk mengumpulkan kepalanya yang tidak memiliki batang. Tolok juga sering disebut telebug atau tolombong yang artinya keranjang besar.

KALAKAY JASINGA