RUPA-RUPA

RIWAYAT CIDURIAN

Cidurian  adalah nama sungai yang terbesar di Jasinga dan bermuara sampai Tanara Banten. Nama Cidurian sendiri bukan berasal dari nama buah durian (kadu), tapi berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Dura-Yana yang artinya kurang lebih sungai yang panjang lebar dan terpencil. 

Pada masa pemerintahan kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Raja Jayashingawarman sungai Cidurian di Jaga oleh Resi yang bernama Doriyana.

Adapun hasil wawancara kami bersama Alm. Aki Soleh yang bertempat tinggal di Kampung Cisonggom pada tahun 2006, mengatakan bahwa Syiar Islam yang dibawa oleh ulama dan santri dari Banten dan Melayu (Kebayuran) untuk mengislamkan orang pribumi di pedalaman Banten ketika itu masih ada beberapa orang yang menentang ajaran islam karena dianggapnya sebagai agama baru. 

Tersebutlah orang sakti atau jawara yang tinggal di pinggiran Sungai Cimatang. Dia sangat terkenal dengan kesaktiannya yang berilmu tinggi sehingga sangat sulit untuk ditaklukkan. 

Sang jawara pun menantang beberapa santri untuk bertanding dengannya. Salah satu santri yang berasal dari Melayu (Kebayuran) menggunakan sebuah batang pohon yang berduri (pohon dadap cangkring dan cucuk kawung/kiray) yang tumbuh di tepian sungai cimatang. 

Entah dari mana asalnya ide tersebut, pohon yang berduri tersebut digunakan olehnya dengan maksud untuk mencari kelemahan kekuatan ilmu sang jawara tersebut. 

Kemudian jawara tersebut pun mengalami kekalahan setelah bertarung dengan santri santri dari Melayu hingga sang jawara pun tewas dengan banyak duri di tubuhnya. 

Jenazah sang jawara pun pada akhirnya dihanyutkan ke Sungai Cimatang. Sungai Cimatang setelah peristiwa itu dinamakan oleh penduduk setempat menjadi Sungai Cidurian.




Kalakay Jasinga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar