RUPA-RUPA

BUYUT SURA LAWANG TAJI

KISAH GERBANG PADJAJARAN WILAYAH BARAT


Kampung Lawang Taji berada di daerah Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Jasinga. Kampung ini terletak di daerah perbukitan dekat aliran sungai Cidurian.

Menurut penuturan Ma Nursih (Ma Uci) berusia 80 Tahun, salah satu keturunan Buyut Sura yang tinggal di Lawang Taji. Kampung Lawang Taji di buka oleh Buyut Buara (Langlang Buana) yang menikah dengan Buyut Ratu, keduanya berasal dari Banten. 

Mereka mempunyai seorang anak bernama Buyut Putih yang tinggal di Kampung Lawang Taji. Buyut Putih menikah dengan Buyut Sura yang berasal dari Cirebon. Ma Nursih (Ma Uci) adalah Seorang Dukun bayi (Paraji) di kampung tersebut.

Di kampung Lawang Taji terdapat pula Patilasan Prabu Taji Malela dari Sumedang. Menurut penuturan masyarakat Lawang Taji artinya “Nu ngabela Panto tempat Elang Taji”. Bahkan ada sumber yang menyebutkan dari para sesepuh bahwa Lawang Taji merupakan gerbang Pajajaran untuk wilayah barat.



Kalakay Jasinga, Juli 2008











KASEPUHAN ADAT CIPATAT DAN SIHUUT

Kasepuhan Adat SUNDA

Kita banyak mengenal beberapa Kasepuhan atau Kampung Adat yang tersebar di sekitar wilayah Tatar Sunda. Seperti Kanekes, Ciptagelar, Cisungsang, Kampung Naga dsb.

Tetapi kita jarang sekali mengetahui atau bahkan tidak pernah sama sekali mendengar tentang kedua kampung ini yaitu Cipatat Kolot dan Sihuut yang letaknya berada di Bogor bagian barat. 

Mungkin orang lebih mengenal Kampung Adat Urug daripada kedua kampung tersebut diatas. Namun menurut Kokolot Kasepuhan Adat Cipatat Kolot dan Sihuut, bahwa Kampung Urug adalah bagian dari Kasepuhan Cipatat Kolot. Dan menganggap Kasepuhan Cipatat Kolot sebagai Saudara tertua dari Kampung Urug dan Sihuut. 

Karena segala nasehat dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ritual Adat biasanya ditentukan oleh kasepuhan Adat Cipatat Kolot.

Letak Kasepuhan Cipatat Kolot tidak jauh dari Kampung Urug yang berjarak kurang lebih 3 Km ke arah selatan menuju kawasan pegunungan Halimun. Kasepuhan ini dipimpin oleh seorang Kokolot yang bernama Abah Acim. Tradisi yang masih berlangsung bertahan di kampung ini adalah: Ponggokan, Serentaun, Ziarah Salembur dan sebagainya.

Letak Kasepuhan Sihuut berada di wilayah barat daya dan berada di sebuah lembah dekat dengan aliran sungai Cibarengkok dan bendungan Congcorang, Kampung ini dipimpin oleh Kokolot Abah Sahim. Tradisi yang masih bertahan sama dengan Kasepuhan Adat Cipatat Kolot. Terkecuali untuk tradisi Serentaun apabila hasil panen Kasepuhan Sihuut sedikit, biasanya acaranya disatukan dengan Kasepuhan Adat Cipatat Kolot.


Kalakay Jasinga, September 2009





PITUTUR KOKOLOT KASEPUHAN ADAT SIHUUT

5 DAERAH SINGGAH BUYUT CIPATAT

Cerita yang kami dapat dari Kokolot Kasepuhan Adat Sihuut dari kunjungan ke Kampung ini adalah tentang asal-muasal Kasepuhan Adat yang ada di Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor. 

Cerita ini dimulai dari perjalanan Buyut Cipatat yang menempati beberapa wilayah di Bogor bagian barat dan kemudian meninggalkan ciri untuk daerah yang pernah disinggahinya hal ini dimungkinkan agar dikenali oleh beberapa keturunanya dikemudian hari. 

Daerah tersebut diantaranya:
  1. Panjaungan: di daerah ini ciri yang ditinggalkan adalah Pande Besi atau membuat peralatan dari besi seperti perabotan dan alat pertanian.
  2. Ciasahan: di daerah ini ciri yang ditinggalkan adalah membuat batu asahan untuk menunjang perajin pande besi dari daerah Panjaungan.
  3. Parung Sapi: di daerah ini ciri yang ditinggalkan adalah keilmuan dalam bidang agama Islam, oleh karena itu di daerah ini banyak kita jumpai pesantren.
  4. Sajira: di daerah ini ciri yang ditinggalkan adalah ilmu kejawaraan, oleh karena itu kebanyakan watak dari masyarakat ini berwatak keras.
  5. Seni Banten: di daerah ini ciri yang ditinggalkan adalah dibidang kesenian.

Setelah meninggalkan ciri di daerah-daerah yang pernah disinggahi akhirnya Buyut Cipatat kembali ketempat asal di daerah Cipatat Kolot sampai akhir hayatnya, kemudian dikuburkan di sebuah bukit yang ada di Cipatat Kolot dekat dengan lembah manapa. 


Sampai sekarang makamnya banyak diziarahi oleh masyarakat dan keturunannya serta menjadi acara rutin tiap tahunnya yaitu acara Ziarah salembur atau Ziarah satu kampung ke Makam Buyut Cipatat.

Selain dari cerita di atas, Abah Sahim juga menceritakan tentang Jasinga. di daerah ini dahulu ada seorang yang bernama Ma Enong yang diberikan kepercayaan untuk menyimpan pusaka berupa Goong Kabuyutan, Seeng Kabuyutan dan Kekenceng (Kawali) Kabuyutan.

Ada juga cerita tentang asal-muasal kenapa disebut Jasinga. cerita ini berawal dari bumi yang di huni oleh hewan yang dapat berbicara, dan seekor singa menjelma menjadi Pemimpin kemudian singa ini berkata “enak juga ternyata menjadi seorang Raja”. 

Karena manusia tidak sudi dipimpin oleh seekor Singa akhirnya Singa ini di beri madat atau bako (sejenis Rokok) untuk dihisap karena terlena dengan kenikmatan madat ini akhirnya singa ini dapat diusir ke daerah pakidulan (luar negeri) oleh bangsa manusia. 

Untuk cerita Singa ini bagi Kami hanyalah Foklore atau Cerita rakyat yang berkembang juga di daerah-daerah lain seluruh nusantara dan mungkin juga seekor Singa ini adalah penggambaran tabiat manusia yang serakah.



KalakayJasinga, 
September 2009


JASINGA VERSI NINI SUMARNAH

KISAH PUTRA-PUTRA KI MUNDING LAYA

Pada dahulu kala di negeri Sunda wilayah bagian barat hidup seorang pembesar yang bernama: Ki Mundinglaya yang mempunyai lima orang putra yaitu:
  1. Wira Kosa
  2. Wira Dana
  3. Wira Danu
  4. Wira Singa
  5. Wira Ajun
Kemudian Ki Mundinglaya beserta lima orang putranya berperang melawan Banten dan akhirnya kalah serta banyak anak buahnya yang mati bahkan alat-alat perang dan bendera panji disita sebagai rampasan perang.

Ki Mundinglaya dan lima orang putranya beserta sisa pasukannya kembali ke negeri Sunda dan mereka pun akhirnya berpencar membuat pemukiman baru bahkan ada pula yang melarikan diri ke daerah Sumedang dan Cirebon.
  1. Wira Kosa, lari dan menetap di sebelah timur dan membuat pemukiman baru yang bernama Sipak.
  2. Wira Dana, lari ke daerah Caruban (Cirebon) dan menetap di sana.
  3. Wira Danu, lari ke daerah Sumedang dan menetap di sana.
  4. Wira Singa dan ayahnya Ki Mundinglaya ke daerah barat dan membuka pemukiman baru yang di beri nama Jasinga.
  5. Wira Ajun ke sebelah utara dan membuat pemukiman baru yang bernama Setu.

Dan akhirnya Ki Mundinglaya dan lima orang puteranya hidup sebagai rakyat biasa didaerahnya masing-masing dan menjalankan kegiatan seperti bercocok tanam, berkebun, menggembala ternak dll. 

Sehingga mereka aman dari kejaran pasukan Banten, dan nama-nama daerah seperti Sipak, Setu dan Jasinga sekarang telah berkembang menjadi sebuah desa yang ramai penduduknya. 

Bahkan nama Jasinga sendiri kini dijadikan sebuah Kecamatan yang didalamnya meliputi desa Sipak, Setu dan Jasinga itu sendiri.



Sumber : Nini Sumarmah
Kalakay Jasinga, 17 November 2009




JAMPE TANAM PADI HUMA DI PAGUNUNGAN JASINGA

DIPIMPIN KU SESEPUH KAMPUNG

Bismillahirrahmanirrahiim

Ngaseuk (Melubangi Tanah untuk menanam bibit)

Bulkukus menyan putih
Pat herang pat lenggang
Pat samaya-maya
Punika ajengan Nabi
Maka wawuh jung aluh
Maka nyerep jung lenyap
Sri kagunggum sri kagenggem
Kagunggum kanu keagungan
Kagenggem kanu karesa
Mahluk papanganing sri manusia
Allahuma ni herang
Allah dat les tanpa wekas


Jampe sawan (memberi mantra pada benih padi)

Nini awan-awan
Aki sawan-sawan
Sawan jampe sawan nu di jampe
Sawan jampe sorangan
Hirup ku Nabi waras ku Allah
Kersaning Allah

Tandur (Tanam padi)

Ashadu sadat bumi
Bumi suci badan suka
Suka-suka ku panarima
Tarima ku ujud ning Allah
La ilaha ilallah
Niat kula ngawinkeun sri ka bumi
La ilahailallah
Muhammadarrasulullah


Sumber : 

Ki Sartam, Barangbang Jasinga
Kalakay Jasinga


PESAN KOKOLOT KAMPUNG URUG

TI ABAH UKAT KAMPUNG URUG :

Mipit kudu amit
Ngala kudu menta
Nyaur kudu di ukur

Kalimat di atas bermakna jika kita menanam padi hingga panen,
maka kita harus minta izin kepada yang kuasa karena Dialah yang memberikan kehidupan, bicara dengan seperlunya dan bicara baik-baik”.

Sifat mahluk
Sifat tangkal cicing
Sifat sato nyaring
Sifat jalma eling

Kalimat di atas bermakna pohon hanya diam, hewan hanya berbunyi (bersuara), manusia adalah mahluk hidup yang di beri akal dari pada yang lainnya dan harus ingat kepada yang Maha Kuasa”.

Kalakay Jasinga, Maret 2007


UPACARA ADAT ZIARAH SALEMBUR

KASEPUHAN ADAT CIPATAT KOLOT 
SUKAJAYA BOGOR

Ziarah salembur merupakan prosesi ritual adat yang diadakan setiap tahun setelah hari raya Idul fitri, yang melibatkan seluruh masyarakat kasepuhan Cipatat Kolot dan sekitarnya. 

Acara tersebut di pimpin langsung oleh ketua adat (Olot) yang bernama Abah Acim.

Sebelum menuju makam keramat, masyarakat kasepuhan berkumpul di rumah (gedong) tempat tinggal Olot dengan menyerahkan berbagai macam makanan seperti nasi uduk, nasi kuning, bakakak ayam, sate kambing, ati ampela , buah-buahan dan ada pula yang menyerahkan uang ataupun rokok serta kemenyan sebagai syarat prosesi ziarah.


Tepat pukul 07.00 pagi, masyarakat berbondong-bondong menuju makam keramat Buyut Cipatat (Eyang Pandita) yang berada tepat di bawah lembah Manapa dengan membawa syarat-syarat ziarah. 

Makam keramat tersebut berada di dalam sebuah bangunan yang ditutupi dengan kain hijau.

Acara dilaksanakan dan dipimpin oleh Olot dengan membaca doa-doa menggunakan bahasa Sunda dan Arab dengan membakar kemenyan, kemudian di susul oleh seorang Ustadz yang membacakan doa Tawasul. 
Setelah doa selesai, masyarakat dipersilahkan untuk menikmati makanan dan minuman yang telah disediakan.

Setelah prosesi Ziarah Salembur di Makam Keramat Buyut Cipatat (Eyang Pandita) selesai, masyarakat Kasepuhan dipersilahkan berziarah ke makam keluarganya masing-masing yang berada di kompleks makam tersebut sekaligus membersihkannya.

Setibanya di rumah Olot, perwakilan masyarakat (kokolot) Kasepuhan Cipatat Kolot berkumpul untuk mengikuti acara pembagian kemenyan dan panglay (sejenis kunyit) untuk dibagikan kepada masyarakat dan berharap mendapatkan berkah dari Yang Maha Kuasa.

Hikmah dari Acara ini yang bisa kita petik adalah masih terpeliharanya tradisi masyarakat Sunda yang masih tersisa dan juga rasa kebersamaan, rasa kegotongroyongan masyarakat Kasepuhan yang patut kita contoh.


KALAKAY JASINGA, 
September 2009



RAMPAK BEDUG DI JASINGA

TRADISI RAMPAK BEDUG DI KAMPUNG MUNCANG DESA SIPAK JASINGA



















MANTRA PIKEUN NGAREPEHKEUN OROK

MANTRA UNTUK BAYI YANG SELALU MENANGIS DI TENGAH MALAM :





Cep hewang cep lenggang
Aya kalong newo-newo
Aya yaksa mentang di lawang
Kukudung geni penjara besi



Mantra ini biasanya dipakai oleh orang tua dahulu terutama kaum ibu-ibu untuk menenangkan anak balita yang menangis di malam hari tanpa sebab. Setelah mantra ini dibacakan, ditiupkan ke dalam gelas yang berisi air putih lalu diminum oleh balita yang menangis dan diusapkan ke muka.




KALAKAY JASINGA

MANTRA JAGA AWAK

MANTRA UNTUK MENJAGA DIRI KITA DALAM PERJALANAN :

Sri putih pangiring hurip
Sri herang sangsiram badan
Bulenget pangeran sakujur badan
Titip kula ka malaikat Ijroil
Nu aya di belah katuhu
Hayang dipangjagakeun, pang rasakeun
Beurang kalawan peuting keur malaekat Ijroil

Sri putih pangiring hurip
Sri herang sangsiram badan
Bulenget pangeran sakujur badan
Titip kula ka malaikat Isrofil
Nu aya di hareup
Hayang dipangjagakeun, pang rasakeun
Beurang kalawan peuting keur malaekat Isrofil

Sri putih pangiring hurip
Sri herang sangsiram badan
Bulenget pangeran sakujur badan
Titip kula ka malaikat Mikail
Nu aya di belah kenca
Hayang dipangjagakeun, pang rasakeun
Beurang kalawan peuting keur malaekat Mikail

Sri putih pangiring hurip
Sri herang sangsiram badan
Bulenget pangeran sakujur badan
Titip kula ka malaikat Jibril
Nu aya di tukang
Hayang dipangjagakeun, pang rasakeun
Beurang kalawan peuting keur malaekat Jibril


Note : Mantra ini digunakan untuk keselamatan dalam bepergian.



BENANG GUGURU TI GUNUNG
BENANG NANYA TI GURIANG