RUPA-RUPA

SITUS TUBAGUS BUANG


Beberapa titik situs makam kuno di Jasinga terdapat makam leluhur Banten, salah satunya adalah makam Pagutan yang berada pada pertemuan dua sungai yaitu Cidurian dan Cikeam. Letak makam Pagutan dekat dengan pemukiman warga, namun keberadaannya nampak tak terawat. Sebagian masyarakat Jasinga menunjukkan bahwa makam Tubagus Buang berada di kompleks pemakaman Pagutan. 

Ada pula yang menunjukkan makamnya terletak di pemakaman Kampung Kandang (kurang lebih 500 meter dari Pagutan).

Masyarakat mengetahui makam Tubagus Buang berdasarkan keterangan dari mulut ke mulut atau sumber dari para sepuh sebelumnya. Menurut salah seorang sesepuh Jasinga, sekitar tahun 60-an makam Tubagus Buang tampak nisannya berbentuk gada dengan kondisi patah pada bagian atasnya dan terdapat ukiran huruf arab pegon. 

Makam tersebut berada di bawah pohon kemang orok, akan tetapi dengan tumbangnya pohon kemang orok, kini makam tersebut tak lagi terlihat, mungkin karena tertimpa dahan atau batang pohon yang besar. 

Nisan-nisan makam di sekitarnya pun rusak dengan kondisi patah, miring dan tenggelam karena faktor lingkungan. Masyarakat hanya mengetahui bahwa Tubagus Buang adalah tokoh dari kesultanan Banten, tetapi mereka tidak mengetahui sejarah dan asal-usulnya.

Menurut sejarah Banten, Tubagus Buang adalah kerabat Sultan Banten yang berontak terhadap VOC karena telah melakukan intervensi terhadap kesultanan Banten. 

Tubagus Buang berjuang bersama Kyai Tapa yang tak lain adalah kerabatnya, pemberontakan Tubagus Buang dan Kyai Tapa berawal dari rakyat Banten yang dikhianati oleh Ratu Syarifah yang bersekutu dengan VOC. Ratu Syarifah adalah istri dari Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin (1733-1750). 

Sebelumnya Ratu Syarifah adalah seorang janda dari pegawai VOC di Batavia, Ratu Syarifah bersekutu dengan VOC dan membuang putra mahkota yaitu Pangeran Gusti ke Ceylon (Srilangka). Ratu Syarifah menginginkan agar menantunya yaitu Pangeran Syarif Abdullah dijadikan Sultan Banten. 

Ia pun menyebarkan fitnah bahwa suaminya gila dan kemudian ditangkap Belanda. Diangkatnya Pangeran Syarif Abdullah sebagai Sultan Banten atas persetujuan Belanda, hal ini membuat kemarahan bagi kerabat kesultanan dan rakyat Banten yang tidak setuju dengan pengangkatan sultan baru. 

Secara kekerabatan Tubagus Buang adalah keponakan dari Sultan Muhammad Syifa Zainul Ariffin (1733-1750). Sedangkan Kyai Tapa adalah saudara seayah dengan Sultan Muhammad Syifa Zainul Ariffin.

Pemberontakan dipimpin oleh Tubagus Buang dan Kyai Tapa dengan menyerang Keraton Surosowan, akan tetapi Benteng Keraton sulit ditembus karena bantuan VOC yang begitu kuat. 

Selanjutnya Tubagus Buang dan Kyai Tapa menyerang dengan cara gerilya dan mendirikan kanton-kantong perlawanan, salah satunya di Gunung Munara (Rumpin), Pandeglang, Bogor dan Tangerang. 

Tubagus Buang melakukakan gerilya sekitar Banten selama dua tahun, karena desakan pasukan VOC maka pasukan Tubagus Buang terpukul mundur ke pedalaman. Sementara Kyai Tapa meneruskan hingga ke Pandeglang dan Bogor, Pasukan Tubagus Buang mundur hingga ke Jasinga. 

Rakyat Jasinga ikut serta membantu perlawanan yang dilakukan Tubagus Buang. Perlawanan gerilya membuat VOC semakin terdesak dan hingga akhirnya Gubernur Jenderal Mossel menanggapi tuntutan rakyat Banten, agar Pangeran Gusti (Putra Mahkota) dikembalikan dari Srilanka dan menangkap Ratu Syarifah beserta menantunya Pangeran Syarif Abdullah sebagai biang kerusuhan rakyat Banten.

Begitulah sekilas sejarah Tubagus Buang dalam perlawanan menentang VOC. dari memori kolektif masyarakat yang didapat dan jika diteliti lebih lanjut, maka akan terbukalah beberapa situs sekitar Jasinga dan akan ditemukan kebenarannya. Karena disini sangat dibutuhkan pengkajian oleh para ahli Arkeolog/kepurbakalaan serta Sejarawan agar masyarakat Jasinga tidak memandang Tokoh dan Sejarah sebagai suatu yang memburamkan.



Sumber:

· Sejarah Banten, Sultan, Ulama dan Jawara Banten, Hj. Nina Lubis 2002
· Catatan masa lalu Banten, Michrob & Chudari
· Sesepuh Cisonggom, Jasinga
· Masyarakat Jasinga
· Gapura basa untuk SLTP


Penulis
Wawan (Kalakay Jasinga)
Jasinga, Desember 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar